Secara etimologis,
istilah psikologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata psyche berarti
”jiwa”, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu
jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Namun apabila
mengacu pada salah satu syarat ilmu yaitu adanya objek yang dipelajari maka
tidaklah tepat mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa karena jiwa bersifat
abstrak. Oleh karena itu yang sangat mungkin dikaji adalah manifestasi dari
jiwa itu sendiri yaitu dalam wujud perilaku individu dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Dengan dasar ini maka psikologi dapat diartikan sebagai suatu
ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Menurut
Whiterington (1982:10) bahwa Edukatif adalah proses pertumbuhan yang
berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Itu artinya bahwa
tindakan-tindakan belajar yang berlangsung secara terus menerus akan
menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan perilaku sesuai dengan tingkatan
pembelajaran yang dilalui oleh individu sendiri melalui proses
belajar-mengajar. Karena itu untuk mencapai hasil yang diharapkan, metode dan
pendekatan yang benar dalam proses pendidikan sangat diperlukan.
Kalau kita
berbicara tentang individu yaitu manusia, maka kita akan bertemu dengan
beberapa keunikan perilaku/jiwa (psyche), dan faktor ini akan berhubungan erat
bahkan menentukan dalam keberhasilan proses belajar. Didasari pada begitu
eratnya antara tugas psikologi (jiwa) dan ilmu Edukatif, kemudian lahirlah
suatu subdisiplin yaitu psikologi pendidikan (educational psychology).
Psikologi
pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan Edukatif. Sedangkan Edukatif adalah proses
pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Dari dua
definisi ini maka jelas fokus dari psikologi Edukatif adalah proses belajar
mengajar.
Dalam proses
belajar-mengajar dapat dikatakan bahwa ini inti permasalahan psikiologis
terletak pada anak didik. Bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang
pendidik, namun dalam hal seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia
telah melalui proses pendidikan dan kematangan psikologis sebagai suatu
kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru tentang psikologi Edukatif merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi
pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara
pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah
pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar
mengajar peserta didik”
Guru dalam
menjalankan perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut
memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang
yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala
aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang
pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan
pendidikan di sekolah.
Dengan memahami
psikologi Edukatif, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan
psikologisnya diharapkan dapat :
1. Merumuskan
tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami
psikologi Edukatif yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam
menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan
pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang
taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan
individu.
2. Memilih
strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami
psikologi Edukatif yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau
metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan
karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat
perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan
bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran
guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing
para siswanya. Dengan memahami psikologi Edukatif, tentunya diharapkan guru
dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses
hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi
dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi
artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa,
seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan
berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu,
khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi Edukatif yang memadai,
tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai
fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan
iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas
pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan
pemahaman psikologi Edukatif yang memadai memungkinkan untuk dapat
menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa
dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6. Berinteraksi
secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru
tentang psikologi Edukatif memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan
siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di
hadapan siswanya.
7. Menilai hasil
pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru
tentang psikologi Edukatif dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian
pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan
prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
by: kusmiran
Konsultan Psikologi Edukatif
Konsultan Psikologi Edukatif
No comments:
Post a Comment